Luhut Binsar Tidak Menginginkan Anaknya Mengikuti Profesinya di Militer: Okezone Nasional

by -73 Views

JENDERAL TNI (Purn) Luhut Binsar Pandjaitan bercerita bahwa ia tidak menginginkan anaknya untuk mengikuti jejaknya sebagai militer. Padahal, Luhut dikenal sebagai sosok berbahaya di militer dengan kemampuan tempur yang dimilikinya. Namun, keinginan tersebut tidak sesuai dengan kenyataan, atau malah menjadi karma baginya. Putranya, Paulus Pandjaitan menyatakan keinginannya untuk menjadi prajurit TNI.

Paulus mengungkapkan keinginannya tersebut saat Luhut menjadi Duta Besar (Dubes) RI untuk Singapura tahun 1999. Bahkan, Paulus memohon dengan menangis agar direstui sang ayah, yang kini menjabat sebagai Menko Bidang Maritim dan Investasi (Menko Marves).

“Pokoknya dia harus jadi seorang Sarjana,” tegas ujar Luhut dikutip dari buku biografi Luhut Binsar Pandjaitan berjudul “Luhut”.

Paulus memang kerap diajak Luhut ketika bertugas, bahkan pernah dibawa ke Timor Timur yang kini bernama Timor Leste. Keinginan tersebut tidak bisa dilepaskan dari pengalamannya bersama sang ayah.

“Barangkali kenangan itulah yang terpatri dalam benak Paulus. Bahwa menjadi militer itu sesuatu yang keren dan gagah,” ujar mantan Dansat 81 Kopassus ini.

Seiring waktu, Paulus mengikuti keinginan Luhut dengan mendaftar di Universitas Pelita Harapan (UPH), dan lulus sebagai Sarjana Hukum, empat tahun kemudian. Namun, hal tersebut tidak mengendurkan niatnya untuk menjadi seorang tentara.

Paulus kembali merengek ke Luhut menjelang wisuda tahun 2022 agar diperbolehkan masuk tentara. Lantaran tidak ingin melihat anaknya kesusahan seperti dirinya saat menjadi tentara, Luhut menyarankan agar Paulus sekolah S2 di Amerika Serikat.

Namun, Paulus tetap bersikeras dan mengungkapkan keinginannya untuk menjadi tentara. Lagipula, sudah terlambat bagi Paulus untuk masuk Akmil karena bakal tertinggal empat tahun di belakang teman-teman seangkatannya.

“Kau masuk tentara mau diapain kau nanti?” kata Luhut.

Meski dengan berat hati, Luhut lebih mendorong putranya itu lebih menjadi pengusaha atau politisi. Namun, Paulus tetap bersikukuh bahkan sampai menangis ke ibunya.

“Pokoknya saya ingin masuk tentara, masuk Kopassus, karena itu adalah cita-cita saya!” kata Paulus.

Paulus hingga menekankan jika tidak mungkin masuk jalur Akademi Militer, melalui jalur Sepa PK (Sekolah Perwira Prajurit Karier) tidak masalah. Meski, Luhut sebenarnya juga tidak rela anaknya melalui jalur tersebut.

Setelah melewati pergolakan batin, Luhut dengan berat hati mengirimkan Paulus ke Mayjen TNI Dr. Heriyono, Kepala Dinas Psikologi Angkatan Darat (Dispiad) untuk menjalani psikotes. Paulus ternyata mendapat penilaian mumpuni, baik secara kepribadian maupun intelektual.

Luhut akhirnya mengizinkan Paulus masuk tentara karena sudah lolos psikotes. Kemudian mendaftar melalui jalur Perwira Prajurit Karier (PaPK) TNI.

Pada 2007, Paulus akhirnya masuk Kopassus dan bergabung dalam Satuan Tugas Batalyon Mekanik TNI Kontingen Garuda XXIII-B/Unifil. Ia mengambil Sekolah Lanjutan Perwira (Selapa), dan melanjutkan S2 di Australia. Kemudian, lulus tes Sekolah Staf dan Komando Angkatan Darat (Seskoad) sebelum akhirnya dikirim ke Amerika Serikat.

Seskoad merupakan tahapan pendidikan di lingkungan TNI-AD yang sangat sulit, terseleksi, dan amat menentukan perkembangan karier selanjutnya.

Luhut mengaku ada sebuah momen yang tidak akan pernah terlupakan oleh Luhut, yakni ketika Paulus mengatakan, “Pak, saya sudah selesaikan Seskoad,” ucapan itu mungkin biasa saja bila didengar oleh orang lain, tapi tidak bagi Luhut.

Paulus membuat air mata Luhut menetes. Peristiwa itu membuat Luhut merasa seperti dejavu, yakni ketika dirinya dulu nekat masuk Akademi Militer Nasional (AMN), padahal tidak diperbolehkan ayahnya.

Padahal ayahnya Luhut yang juga kakeknya Paulus merupakan tentara pejuang. Saat itu, ayahnya justru menginginkan Luhut masuk ke ITB Bandung.

Seperti merasakan karma, Luhut dibalas anaknya, Paulus, yang bersikeras mau jadi tentara. “Sebagai seorang ayah, ada kalanya keinginan kita bertolak belakang dengan cita-cita anak,” kata Luhut.

Luhut yang kini menjadi orang kepercayaan Presiden Joko Widodo (Jokowi) wajar saja melarang anaknya tidak menjadi tentara. Sebab, dirinya tidak ingin pengalaman pahitnya selama mengabdi sebagai tentara dialami anak-anaknya.

Pria kelahiran Toba Samosir, Sumatra Utara pada 28 September 1947 hampir tidak pernah menduduki jabatan strategis di TNI. Ia tidak pernah menjadi Kasdam, menjadi Pangdam, Danjen Kopassus.

Apalagi, menjadi Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) dan Panglima TNI. Padahal, Luhut merupakan peraih Adhi Makayasa sebagai lulusan terbaik Akademi Militer (Akmil) 1970 dari kesatuan Infanteri Kopassus.

Dirinya juga memiliki segudang prestasi dan kualifikasi kepangkatan untuk menduduki jabatan-jabatan tersebut. Berbagai posisi strategis itu tidak pernah diduduki Luhut karena ia dulu dianggap sebagai golden boy atau anak emas Jenderal TNI Leonardus Benny Moerdani.

Lantaran dianggap bagian dari L.B Moerdani, Luhut masuk dalam “de-Benny-sasi”. Getirnya perjalanan hidup sebagai seorang tentara ditengarai membuat Luhut tidak ingin anak-anaknya mengikuti jejaknya.