Ngertakeun Bumi Lamba 2025 di Gunung Tangkuban Parahu: Ribuan Orang Bersatu untuk Bumi

by -88 Views
Ngertakeun Bumi Lamba 2025 di Gunung Tangkuban Parahu: Ribuan Orang Bersatu untuk Bumi

Pagi yang Membawa Pesan

Sabtu pagi, 22 Juni 2025, suasana di lereng Gunung Tangkuban Parahu berbeda dari biasanya. Kabut masih tebal, tetapi di antara uap putih itu tampak ribuan orang berjalan perlahan, membawa doa, harapan, dan pakaian adat mereka yang penuh warna. Ada yang datang dari ujung barat, ada yang dari timur Nusantara. Mereka berkumpul bukan untuk merayakan pesta, melainkan untuk mengikuti Ngertakeun Bumi Lamba, sebuah ritual adat Sunda yang mengajarkan manusia untuk menjaga bumi.

Sebuah Warisan yang Hidup

Dalam bahasa Sunda, ngertakeun berarti merawat dan memuliakan, sementara bumi lamba berarti bumi yang luas, rumah bagi semua makhluk. Tradisi ini sudah ada sejak masa kerajaan Sunda kuno, lalu pada 1964 dihidupkan kembali oleh R.M.H. Eyang Kanduruan Kartawinata. Hingga kini, ritual itu tetap hidup, mengingatkan bahwa manusia hanyalah tamu di bumi.

Ketika upacara dimulai, suara karinding terdengar samar, diikuti denting angklung, genta Bali, dan tabuhan Minahasa. Nada-nada itu menciptakan harmoni yang lebih terasa di hati daripada di telinga.

Suara-suara yang Membekas

Beberapa tokoh yang hadir menyampaikan pesan mereka.

  • Bapak Wiratno: “Bumi ini hanya titipan. Jangan kembalikan dalam keadaan rusak.”
  • Andy Utama: “Jangan pernah berhitung dengan semesta. Kalau semesta yang berhitung, kita semua akan kalah.”
  • Mayjen Rido: menyebut upacara ini sebagai “pengadilan batin” untuk semua yang hadir.
  • Panglima Dayak: “Alam tidak butuh manusia. Tapi manusia tidak akan pernah bisa lepas dari alam.”
  • Panglima Minahasa: “Gunung adalah penjaga masa depan. Di sini Bhineka Tunggal Ika nyata. Di sini Pancasila hidup. Merdeka!”

Janji yang Diwujudkan

Setiap janji butuh bukti. Itulah yang dilakukan komunitas Arista Montana bersama Yayasan Paseban. Mereka sudah menanam lebih dari 15.000 pohon puspa, damar, bambu, dan banyak lagi di kawasan Megamendung, Gunung Gede-Pangrango, hingga Tangkuban Parahu. Aksi nyata mereka menjadi pelengkap dari doa yang terucap.

Baca juga: Andy Utama dan Cinta Bumi dalam Aksi Nyata

Pekikan Taariu: Janji untuk Bumi

Di akhir prosesi, Panglima Dayak berdiri tegak, lalu pekikannya menggema: “Taariu! Taariu! Taariu!” Pekikan itu bukan hanya seruan, tetapi janji bersama: bumi akan terus dijaga, leluhur dihormati, dan manusia tetap ingat bahwa mereka bagian kecil dari semesta.

Ketika semua pulang, wajah mereka tampak lega, seperti baru saja menyelesaikan tugas penting. Di dalam hati mereka, satu pesan sederhana tetap hidup: bumi hanya bisa dijaga oleh orang-orang yang mencintainya.

Sumber: Ngertakeun Bumi Lamba: Upacara Adat Nusantara Untuk Cinta Kasih Semesta Dan Pelestarian Alam