Kalender Jawa mulai dikembangkan pada masa pemerintahan Sultan Agung di Kerajaan Mataram Islam. Mataram pada saat itu berkembang menjadi kerajaan besar di Pulau Jawa, dengan wilayah kekuasaan yang meluas hingga sisi timur pulau. Sultan Agung, yang merupakan raja ketiga dari Kesultanan Mataram, berhasil membawa Mataram menjadi kerajaan yang kuat di Pulau Jawa setelah Panembahan Senopati dan Pangeran Hanyakrowati.
Pada masa pemerintahan Sultan Agung itulah Kalender Jawa Islam mulai digunakan. Kalender ini diciptakan dengan menggabungkan kalender Hijriyah Islam dan kalender saka. Tujuannya adalah untuk mempersatukan rakyat Mataram yang memiliki latar belakang budaya yang beragam, khususnya di daerah pesisir dan pedalaman yang masih terpengaruh oleh budaya Hindu-Buddha.
Sultan Agung dikenal sebagai pemimpin yang menentang kolonialisme. Ia bahkan pernah menyerang VOC di Batavia sebagai bentuk perlawanan terhadap penjajahan. Meskipun VOC mencoba untuk bernegosiasi dengan Sultan Agung, permintaan tersebut ditolak dengan tegas. Sultan Agung dikenal sebagai sosok yang berani dan tegas dalam mempertahankan kedaulatan Mataram.
Menurut buku “Tuah Bumi Mataram : Dari Panembahan Senopati hingga Amangkurat II” karya Peri Mardiyono, keberanian Sultan Agung dalam melawan kolonialisme menjadi salah satu bagian dari cerita sejarah Mataram yang patut diingat. Dengan demikian, Kalender Jawa tidak hanya merupakan alat penanggalan, namun juga mencerminkan semangat perlawanan dan keberanian Sultan Agung dalam menjaga kemerdekaan dan kedaulatan Mataram.