Ironi Sentralisasi Izin Tambang: Apa Yang Diinginkan Publik?

by -15 Views

Dalam semangat reformasi dan otonomi daerah, pengelolaan sumber daya alam diharapkan menjadi lebih adil dan pro-masyarakat lokal. Namun, kenyataannya justru berbeda. Pemerintah pusat masih memiliki kendali penuh dalam perizinan tambang, sementara daerah yang merasakan dampaknya hanya menjadi penonton. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Mineral dan Batubara telah mengubah pemandangan dengan menghilangkan kewenangan pengeluaran izin usaha pertambangan dari tangan pemerintah daerah, bahkan pemerintah provinsi hanya memiliki ruang terbatas dalam pengawasan. Hal ini menjadi ironi besar bagi daerah-daerah seperti Papua, Kalimantan, atau Sulawesi yang menjadi sumber tambang namun tetap miskin dan terpinggirkan. Sentralisasi izin dimaksudkan untuk meningkatkan efektivitas, namun justru memberikan kenyamanan bagi perusahaan tambang karena bisa “berurusan langsung” dengan Jakarta tanpa perlu bersinggungan dengan masyarakat lokal atau pemerintah daerah. Sementara itu, pemerintah daerah hanya bisa mengeluh tanpa memiliki wewenang yang cukup untuk melarang, menyaring, atau mencabut izin. Padahal merekalah yang harus menenangkan masyarakat saat terjadi konflik agraria, pencemaran lingkungan, atau tanah ulayat dirampas atas nama investasi. Pendapatan daerah dari sektor tambang pun tidak sebanding dengan kerusakan lingkungan dan sosial yang ditimbulkan, sementara dana bagi hasil dan royalti yang ditransfer ke daerah sangat minim dan tidak transparan. Pemerintah pusat harus mengevaluasi pendekatan ini, jika otonomi daerah masih menjadi prinsip utama dalam tata kelola negara, maka daerah harus diberi ruang dalam proses perizinan tambang, setidaknya dalam bentuk persetujuan lingkungan dan sosial yang mengikat. Pemerintah daerah bukan hanya pelapor dan pengawas pasif, mereka adalah pihak yang paling memahami konteks lokal, kearifan adat, dan aspirasi masyarakat. Mengabaikan mereka sama artinya dengan membiarkan eksploitasi berlangsung tanpa kendali. Tambang bisa menjadi berkah jika dikelola secara adil dan partisipatif, namun tanpa itu, tambang hanya akan meninggalkan jejak luka panjang bagi generasi di daerah.

Source link