Grand Prix Monako selalu memiliki aura khusus yang tak terlupakan. Bagi beberapa orang, acara ini merupakan pemandangan kemegahan, namun bagi yang lain, malam buruk di atas trek sempit dan dinding tak kenal ampun. Carlos Sainz merasakan keduanya saat berada di jalanan Principality. Mulai akhir pekan dengan kuat di FP1, namun mengalami kebingungan di FP2 membuatnya memiliki lebih banyak pertanyaan daripada jawaban.
Di sesi pertama, pembalap Spanyol itu memberikan harapan akan performa bagusnya. Meskipun finis ketujuh menggunakan ban yang lebih keras daripada saingan-saingannya, termasuk Alexander Albon yang mencengangkan di posisi keempat, Sainz hanya tertinggal setengah detik dari pembalap tercepat hari itu, mantan rekan setimnya, Charles Leclerc. Tampaknya, Williams juga menunjukkan performa yang istimewa.
Namun, situasinya berubah drastis di sesi kedua. Dalam usaha untuk memperbaiki keseimbangan mobil yang masih belum sempurna, Sainz dan timnya melakukan perubahan yang tidak berhasil. Akibatnya, ia finis di posisi ke-13, hampir 0,8 detik lebih lambat dari Leclerc, yang tampil impresif sebagai pembalap tuan rumah. Bahkan, Sainz kembali tertinggal dari Albon, dengan selisih hanya dua persepuluh.
Dengan prospek kualifikasi yang menantang di Monako, pertarungan tidak hanya melawan waktu tercepat, tetapi juga melawan lalu lintas yang ramai di trek yang sempit. Sainz bahkan menyarankan implementasi kualifikasi grup di sirkuit ini untuk menyederhanakan kompetisi. Meskipun Ferrari menunjukkan peningkatan performa, Williams tampak kesulitan membawa kedua mobilnya ke Q3, sesuatu yang bukan hal baru pada tahun 2025.
Dengan Leclerc dalam performa terbaiknya di rumah dan Sainz berusaha mendapatkan kembali kecepatan seperti di sesi pertama, kualifikasi hari Sabtu di Monako diprediksi akan ketat dan penuh drama. Seiring terjadinya perkembangan di trek, semua menantikan drama yang dijamin hadir di Grand Prix Monako.