Teknologi semakin berkembang, menghadirkan tantangan baru dalam bentuk ransomware. Ransomware merupakan perangkat lunak jahat yang dirancang untuk mengenkripsi data pada sistem atau perangkat, mencegah pemiliknya mengakses data tersebut. Baru-baru ini, Pusat Data Nasional (PDN) mengalami serangan ransomware yang menyebabkan beberapa layanan penting pemerintah, seperti layanan keimigrasian, lumpuh.
Pakar keamanan siber dari Laboratorium Kota Cerdas dan Keamanan Siber Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Ridho Rahman Hariadi, menjelaskan bahwa setelah berhasil mengenkripsi data, penyerang akan meminta pembayaran dalam bentuk cryptocurrency atau uang kripto seperti Bitcoin sebagai imbalan untuk memulihkan akses data yang telah dienkripsi.
Ridho menyampaikan bahwa serangan ransomware tidak hanya mengancam institusi besar tetapi juga masyarakat luas. Ancaman ini termasuk potensi kehilangan data pribadi dan sensitif seperti foto, dokumen, dan informasi keuangan. Pelaku serangan dapat mencuri data sensitif dan mengancam untuk mempublikasikan atau menjualnya jika tebusan tidak dibayar, meningkatkan risiko kebocoran data pribadi.
Untuk menghadapi serangan siber seperti ini, penting untuk melakukan tindakan mitigasi. Hal ini meliputi melakukan backup data secara rutin dan menyimpannya di lokasi terpisah, serta melakukan pembaruan perangkat lunak secara berkala untuk meningkatkan keamanan sistem. Institusi pendidikan, khususnya kampus, juga berperan dalam meningkatkan kesadaran dan keterampilan keamanan siber.
Pemerintah perlu memperkuat kerja sama dengan institusi pendidikan dan lembaga penelitian untuk mengembangkan solusi teknologi canggih dalam mendeteksi dan menangani serangan ransomware. Dengan meningkatkan kesadaran keamanan siber di berbagai sektor, diharapkan ketahanan siber nasional dapat ditingkatkan untuk melindungi data penting dan layanan publik. Kesadaran akan pentingnya keamanan siber harus terus ditingkatkan agar data dan sistem kritis tetap terlindungi dari ancaman yang terus berkembang.